Click here for Myspace Layouts
Powered by Blogger.

Wednesday, June 23, 2021

MIRIS | mikul riba segitunya, part 08."*

*بسم اللّه الرحمن الرحيم*


( _tentang rariba disekitar kita_)
#abc#

Yang sangat memprihatinkan dari praktek peribaan dimasyarakat adalah transaksi yang melibatkan Masjid. Kebanyakan penyelenggaranya bukan lagi "rentenir perorangan" tetapi lembaga-lembaga  yang sudah berbadan hukum _misalnya bank atau koperasi._

_"Lho kok bisa ?!"_ Secara transaksi riba yang pelakunya diancam perang oleh Allah dan RosulNYA kok malah melibatkan Rumah Allah...

_Ironis memang, tapi itulah realitanya......_

Metode yang dipake para _"produsen riba"_ agar bisa menyusup bergerak dan beroperasi  dilingkungan Masjid biasanya lewat pengajian ( umumnya pengajian ibu-ibu) yang rutin diselenggarakan di masjid, jadi lembaga penyalur kreditnya bekerjasama dengan pengurus pengajian. Lembaga tersebut biasanya mengusung label "syariah" dimana istilah "bunga" dirubah menjadi "infaq" atau "biaya admin" atau "profit sharing" plus jargon "untuk meningkatkan ekonomi jamaah" sehingga mudah diterima pengurus pengajian dan jamaahnya.

Hal tersebut tentunya sangat memprihatinkan karena membuat mereka merasa tidak sedang melakukan transaksi yang melanggar syariat, padahal sejatinya sedang bertransaksi ribawi yang berkedok syariah ( _kamuflase riba_).

Mudahnya "lembaga ribawi" masuk ke pengurus pengajian atau ke DKM salah satunya disebabkan pemahaman tentang _esensi_ fiqih muamalah terkait peribaan yang kurang. Hal ini membuat ada masjid-masjid yang justru bekerja sama dengan lembaga ribawi, misalnya menyalurkan CSR nya untuk membangun fasilitas masjid, menyimpan kas masjid disana, mengadakan acara keagamaan bersama lembaga tersebut dan lain-lain.

Pengalaman sy sendiri ketika memasang kalender "hijrah riba"
 dimasjid sewaktu TBM sedang bersih-bersih masjid sy sering menemui kondisi dimana  kalender tersebut dilepas setelah kami pergi. Padahal niat memasang kalender tersebut agar jamaah bisa membaca ayat Qur'an dan hadist terkait riba dan _fatwa MUI no 1 tahun 2004_ yang tentunya sangat jarang dibahas dipengajian setempat.

Allah Yang Maha membolakbalikkan hati umatNYA, Allah yang berkuasa menurunkan hidayah untuk hambaNYA, tugas kita hanya berdoa dan menyampaikan terkait ilmu-ilmu Allah. Ada banyak cara sebagai wujud kepedulian terhadap riba yang sudah sebegitu merajalelanya bahkan _menyusup_ ke lembaga keislaman dan pemuka islam. Dan tentunya kita sendiri yang paham harus mengambil peran dimana karena "tema riba" merupakan salah satu tema yang "dianaktirikan" dalam pengajian-pengajian dimasyarakat.

_Saat kita bisa istiqomah dijalan hijrah ribapun insyaa Allah bisa jadi wasilah orang lain untuk ikut berhijrah.._

Masjid merupakan Rumah Allah, salah satu tempat yang paling mulia dimuka bumi sehingga kita semua harus ikut menjaga kemuliaannya dengan menggunakan Masjid sebagaimana mestinya.

*Semoga Allah Merahmati dan Melindungi kita semua.*

Read more...

NAMANYA TERPATRI DI DZAKIRAH AL AZHAR (Bagian 1)


Oleh : KH Hafidz Abdurrahman

Siapa yang tidak mengenal nama al-'Allamah al-Qadhi Yusuf an-Nabhani? Keilmuan, dedikasi dan kedudukannya dalam membela Islam dan Khilafah di zaman Khilafah Utsmani tak diragukan lagi.

Beliau adalah tokoh yang berhadapan dengan Muhammad Abduh, yang kala itu dianggap pro Barat. Kalau ingin tahu banyak tentang sosok Abduh yang sebenarnya, silahkan baca disertasi (tesis) Dr. Muwafaq Bani Marjeh, "Shahwatu ar-Rajuli al-Maridh".

Kedudukan, kesadaran dan dedikasi kakeknya inilah yang membawa Muhammad Taqiyuddin an-Nabhani kecil, yang sudah tampak kecerdasannya, di majelis-majelis beliau. Beliau pula yang meminta ayahnya untuk mengirim an-Nabhani muda ke Mesir, untuk belajar di Ma'had al-Azhar, kemudian melanjutkan ke al-Azhar dan Darul Ulum.

Beliau di Mesir sezaman dengan Syaikh Abdullah Shiddiq al-Ghumari, yang juga sama-sama belajar kepada Syaikh Hudhair Husein. Kakek beliau jugalah yang menbiayai semua kebutuhan beliau selama di Mesir.

Saya mendengar penuturan murid dan tangan kanan beliau, bahwa selama di Mesir, beliau mempunyai pelayan, yang melayani semua kebutuhan beliau. Mulai dari menyiapkan makanan,  mencuci dan menyiapkan  pakaiannya.

Karena itu, selama di Mesir, beliau yang memang mempunyai kecerdasan luar biasa itu waktunya dihabiskan untuk mengikuti talaqqi, membaca, menulis dan berdiskusi. Beliau tidak banyak bicara, kata Syaikh as-Sya'rawi, tapi kalau bicara seperti mutiara.

Maka, masih menurut murid beliau, ketika di Mesir beliau sudah menghabiskan 25,000 kitab. Menjelang wafatnya, putra beliau menuturkan, tidak kurang dari 30,000 kitab. Bahkan, di dalam kondisi sulit sekalipun, setiap hari beliau masih bisa mengkhatamkan 1 buku.

Kekuatannya membaca, menelaah dan menghapal tampak pada tulisan beliau yang luar biasa. Banyak kitab yang ditulis hanya dalam waktu singkat. Kitab Mafahim hanya ditulis dalam 3 jam. Kitab Syakhshiyyah Juz III hanya ditulis dalam waktu 3 hari. Subhanallah.

Beliau benar-benar pemikir, mujtahid mutlak, politikus ulung dan pemimpin umat yang pilih tanding. Pengaruhnya begitu luar biasa, bukan saja semasa hidupnya, tetapi setelah beliau wafat.

Beliau bukan saja menjadi lulusan al-Azhar terbaik, bahkan menjadi kebanggan rakyat Palestina. Karena itu, kelulusannya telah menjadi headline di Koran Palestina saat itu.

Sahabat beliau, Syaikh Abdul Qadim Zallum, adalah juga alumni al-Azhar. Beliau ketika itu menjadi salah satu Syaikh di al-Azhar.

Di tangan beliau, tradisi talaqqi di al-Azhar dibawa ke jamaah yang kemudian dibentuk setelah kembali ke Palestina. Talaqqi yang kemudian menjadi ruh kebangkitan kader-kader binaannya itu disempurnakan. Tidak sekedar murid/daris membaca di depan syaikh/musyrif, tetapi satu per satu alenia yang ditalaqqikan itu pemikirannya dijelaskan dan diturunkan ke dalam fakta, yang bisa ditunjuk dengan jari.

Itulah yang menjadikan akliyah murid/darisnya begitu kuat, melekat dan susah dihapus, karena apa yang dipelajari sudah menjadi pemahaman. Apa yang dipahami sudah berubah menjadi keyakinan. Kemudian, keyakinan itu mendorongnya untuk menerapkan.

Itulah talaqqi fikriyyan yang menjadi ruh kebangkitan murid dan kader-kadernya.

(Bersambung)

Read more...

AL-ALLAMAH AL-QADHI SYAIKH TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN AL-HAFIDZ AL-MUTAFANNIN AS-SAYYID 'ABDULLAH AL-GHUMARI SATU GURU, SATU KAMPUS, SAMA-SAMA MUJTAHID (Bagian 4)



Oleh: KH. Hafidz Abdurrahman

Dalam al-Mausu'ah al-Ghumariyah, yang ditulis oleh al-'Allamah al-Muhaddits al-Mutafannin, as-Sayyid 'Abdullah bin Muhammad as-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani, beliau menuturkan sanad keilmuan beliau.

Pada juz I/258, beliau menyebutkan guru beliau yang ke-31, yaitu al-Allamah Muhammad al-Khudhr bin Husain at-Tunisi (w. 1377 H). Beliau ini juga merupakan guru al-'Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ketika di Mesir. Al-Ghumari juga berguru kepada beliau saat di Mesir.

Selain itu, beliau juga menyebutkan guru beliau yang ke-49, yaitu al-'Allamah al-Qadhi Yusuf bin Ismail bin Yusuf an-Nabhani (w. 1350 H). Beliau tak lain adalah kakek dan guru al-'Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.

Semua itu dituturkan sendiri oleh beliau di dalam kitabnya, al-Mausu'ah al-Ghumariyah, yang disusun oleh al-'Allamah al-Muhadits Syaikh Dr. Said Mamduh, yang juga mempunyai sanad ilmu yang nyambung kepada Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.

Bedanya, al-'Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani tidak pernah menulis sendiri biografinya, meski jika mau bisa. Karena beliau memiliki kecepatan menulis dan berbicara luar biasa. Tapi semua itu tidak beliau lakukan. Semua tulisan beliau bukan tentang dirinya, tapi tentang gagasan, visi, misi dan tujuannya membangun peradaban emas. Itulah yang beliau tulis.

Meski demikian, ada yang menarik, dari penilaian yang disampaikan oleh al-'Allamah al-Muhaddits Dr Mahmud Said Muhammad Mamduh as-Syafii, penerus al-'Allamah al-Mutafannin al-Muhaddits Sayyid al-Ghumari, dalam kitabnya, Tasynif al-Asma', juz II/755 dan 758, terhadap al-'Allamah al-Qadhi Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani:

Penjelasan tentang al-'Allamah al-Mujtahid Taqiyuddin an-Nabhani: 

Di antara mereka (cucu al-'Allamah al-Qadhi Yusuf an-Nabhani) adalah cucu beliau, Yang Mulia Syaikh al-'Allamah, Mujtahid, Pembaharu, Qadhi, Muhammad Taqiyuddin an-Nabhani bin Ibrahim, bin Musthafa, bin Ismail, bin Yusuf an-Nabhani Imam, Pendiri dan Rujukan Tertinggi Hizbut Tahrir.

Benar, Dakwah itu Merangkul Bukan Memukul
Dengan banyaknya bidang yang dikarang oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, maka karya pemikiran beliau lebih dari 30 kitab. Ini di luar Catatan Politik yang menyelesaikan berbagai isu politik dan sistem yang penting. Juga sejumlah nasyrah dan penjelasan pemikiran dan politik yang penting.

Saya (Syaikh Said Mamduh) telah diberitahu oleh Syaikh Abdul Aziz al-Khayyath, Menteri urusan Wakaf, Yordania, "Mata saya belum pernah menyaksikan sosok seperti an-Nabhani. Mereka telah memerangi beliau, baik ketika beliau masih hidup maupun sudah wafat. Ketika beliau wafat, saya mau membuat ucapan belasungkawa untuk beliau saja di koran tidak boleh."

Teman saya, Sayyid Yusuf ar-Rifa'i, Menteri urusan Wakaf Kuwait, berkata kepada saya, "Saya pernah bertemu Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Beliau mempunyai akal, yang kalau dibagikan kepada seluruh kaum Muslim saat ini, niscaya cukup."

Syaikh Said Mamduh menilai kedua ulama' ini sebagai mujtahid. Sama-sama menguasai berbagai disiplin ilmu. Sama-sama Alumni Azhari. Sama-sama mendapatkan Syahadah 'Alimiyiyah (selevel doktor), dan sama-sama Ghuraba'.

Bedanya, al-Hafidz al-Ghumari mahzab fikihnya Maliki, dan Sufi. Sedangkan al-'Allamah an-Nabhani, awalnya Syafii, meski beliau kemudian membangun ushul fikih sendiri, yang membuatnya dinobatkan oleh sebagian ulama' sebagai Mujtahid Mutlak. Selai itu, beliau adalah Siyasi. Tetapi, maqam tasawuf beliau, menurut salah seorang guru saya, luar biasa.

Dalam tulisannya, al-Allamah Syaikh Said Mamduh menuturkan, bahwa Syaikh Taqi mempunyai firasat yang sangat tajam. Bahkan, analisis politiknya malampui zaman. Sampai seorang Menteri di Yordania, ingin belajar khusus kepada beliau tentang ketajaman analisisnya ini. Sayang kemudian beliau tolak.

Seorang temen senior dari Kanada, asal Paletina, pernah bercerita kepada saya. Syaikh Yusuf al-Kandahlawi yang merupakan pendiri Jamaah Tabligh, sekaligus ahli hadits, pernah diberi kitab Syakhshiyyah Juz I. Beliau memberikan komentar, "Subhanallah, ini kitab yang luar biasa. Masih ada ulama' di zaman seperti ini yang bisa menulis kitab sehebat ini."

Memang benar. Bagi siapa saja yang pernah membaca kitab ini, dan kitab Muqaddimah Ibn Khaldun, bisa membayangkan betapa hebatnya kedua penulisnya. Itulah sekelumit warisan beliau.

(Bersambung)

Read more...

About This Blog

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP