Click here for Myspace Layouts
Powered by Blogger.

Saturday, June 20, 2020

MENEGUHKAN IDE KHILAFAH DI TENGAH PROPAGANDA ISLAM WASATHIYAH YANG MEMBAHAYAKAN KEHIDUPAN UMAT ISLAM

MATERI KULIAH ONLINE
UNIOL 4.0 DIPONOROGO
Ahad, 21 Juni 2020
Diasuh oleh: Prof. Pierre Suteki
----------------------------------------

*MENEGUHKAN IDE KHILAFAH DI TENGAH PROPAGANDA ISLAM WASATHIYAH YANG MEMBAHAYAKAN KEHIDUPAN UMAT ISLAM*

_Oleh: Puspita Satyawati_

*I. PENGANTAR*

"Paham khilafah ala HTI adalah virus yang sama berbahayanya dengan virus Corona. HTI tidak terlihat tapi berbahaya dan mematikan seperti Covid-19. Untuk itu harus kita cegah, tangkal dan basmi peredaran paham ini.” Demikian pesan aksi Sewon United#5 yang digelar sejumlah mahasiswa dan alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta di sekitaran Kampus ISI Yogyakarta, Senin (30/3/2020). Dalam aksinya, para peserta memakai kaos bertuliskan ‘Reresik Virus Covid-19 & Anasir HTI di Kampus ISI,’ sebagai bentuk perlawanan terhadap bahaya paham khilafah ala HTI dan virus Covid-19.(tribunjogja.com, 31/3/2020)

Di lain kesempatan, Deputi IV Bidang Pertahanan Negara Kemenko Polhukam Mayjen TNI Rudianto saat Diskusi Publik Virtual bertema “Menjaga Stabilitas Keamanan Nasional di Tengah Covid-19” di Jakarta, Rabu (20/5), menyampaikan bahwa dalam situasi nasional masih ada yang menyuarakan khilafah, radikal dan teror. Bahkan, mereka saat ini melakukan konsolidasi dan menyiapkan amaliyah-amaliyah di tengah pandemi. (republika.co.id, 20/5/2020)

Tuduhan khilafah sebagai virus berbahaya pun datang dari beberapa kalangan. Direktur Eksekutif Wisdom Institute Sulawesi Tengah, Lukman S. Thahir menilai Indonesia saat ini sedang berada dalam pusaran virus corona dan khilafah. Ia menilai bahwa virus khilafah perlu diwaspadai karena sama bahayanya dengan virus Corona.

Dianggap sebagai virus maka khilafah harus dicarikan vaksin untuk menghadapinya. Sejumlah kalangan menyiapkan ide Islam wasathiyah sebagai penangkalnya. Diwartakan oleh nu.or.id (18/6/2020), seorang anggota Lembaga Persahabatan Ormas lslam (LPOI) Ir. H Mohamad Faisal Nursyamsi mengatakan bahwa aksi radikalisme-terorisme (khilafah selama ini dianggap bagian radikalisme) yang membahayakan keutuhan bangsa membutuhkan vaksin penawar yang bernama pandangan Islam moderat atau Islam wasathiyah. Dimana vaksin ini berbentuk Islam yang rahmatan lili alamin yang harus ditanamkan kepada diri masyarakat khususnya umat Islam.

Diiringi semangat menyosialisasikan Islam wasathiyah untuk menghadang penyebaran khilafah, sebuah webinar digelar. Bertajuk “Mengukuhkan Islam Wasathiyah dan Pancasila di Tengah Mewabahnya Virus Khilafah Saat Pandemi Covid-19,” kajian via aplikasi Zoom ini diadakan pada Sabtu (20/6/2020) atas prakarsa founder Sangkhalifah.co. 

Mengapa khilafah dianggap sebagai virus yang sama berbahayanya dengan Covid-19? Mana yang sebenarnya berbahaya, Islam wasathiyah sebagai bentuk liberalisasi Islam atau khilafah sebagai ajaran Islam?


*II. PERMASALAHAN*

Untuk menelisik di balik gencarnya penyebaran Islam wasathiyah dalam rangka menghadang khilafah, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Mengapa propaganda Islam wasathiyah terus didengungkan dan diversuskan dengan ajaran khilafah, khususnya di masa pandemi Covid-19? 

2. Apa sajakah bahaya Islam wasathiyah terhadap Islam dan umat Islam? 

3. Bagaimana strategi membendung penyebaran Islam wasathiyah sekaligus meyakinkan umat Islam bahwa khilafah bukanlah virus?


*III. PEMBAHASAN*

*A. Islam Wasathiyah, Proyek Barat Menghadang Penegakan Khilafah Islamiyah*

Tak dipungkiri, pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sekitar tiga bulan ini, menyisakan berbagai persoalan. Tak hanya masalah kesehatan, ekonomi, ketidakpuasan masyarakat atas penanganan pemerintah, juga benturan pemikiran di antara anak bangsa. Dunia maya riuh dengan berbagai gelaran virtual. Di tengah pandemi seperti saat ini, webinar dan seminar online dengan beragam tema dibuat. Di antara tema tersebut, ada yang saling berhadapan bahkan menyerang. Terjadilah perang pemikiran. Salah satunya, ide Islam wasathiyah yang diversuskan dengan khilafah. 

Pihak yang kontra khilafah mengkhawatirkan para pengusung ide khilafah “memanfaatkan” pandemi saat ini sebagai peluang menyebarkan pemikirannya. Mereka menilai pejuang khilafah sebagai tukang jualan obat dan kajian online yang digelar mereka sebut untuk menyerang pemerintah. Pun memberikan catatan hitam baik terhadap narasumber maupun pemikirannya. Stigma negatif khilafah sebagai virus berbahayapun dialamatkan. Ada virus, ada vaksinnya. Maka ide Islam wasathiyah disodorkan sebagai penawar khilafah. 

Sebenarnya tak hanya kali ini saja Islam wasathiyah dihadapkan dengan khilafah. Sejak kemunculannya, ide ini memang disiapkan untuk menghadang laju penyebaran khilafah. Islam wasathiyah merupakan varian dari gagasan Islam moderat. Dengan pendekatan istilah Bahasa Arab dan menjadikan ayat “ummatan wasathon” sebagai landasan, diharapkan ide ini lebih mudah diterima umat Islam. Padahal secara hakikat, ide ini tak ada bedanya dengan Islam moderat, istilah yang lebih awal muncul.

Dalam Bahasa Arab modern, padanan untuk kata moderat atau moderasi adalah wasat atau wasatiyya. Istilah “mutawassit” kadang-kadang juga dipakai. Islam moderat dalam Bahasa Arab modern disebut sebagai al Islam al wasat. Moderasi Islam diungkapkan dengan frasa wasatiyyat al Islam. Dalam penggunaan umum saat ini, istilah Islam moderat diperlawankan dengan istilah Islam radikal. Islam moderat dalam pengertian yang lazim kita kenal sekarang adalah corak pemahaman Islam yang menolak cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh kalangan lain yang menganut model Islam radikal. 

Pada faktanya, tidak sedikit kaum muslim yang beranggapan jika ide ini sejalan dengan Islam. Mereka berpandangan bahwa pemahaman dan praktik Islam yang terlalu ketat bertentangan dengan Islam. Meski mereka juga tidak menghendaki kebebasan yang melampaui batas aturan Islam. Oleh karena itu, sikap jalan tengah merupakan posisi yang paling tepat. 

Mereka membangun argumentasinya berdasar logika akal bahwa benda secara empirik memiliki dua kutub yang kontradiktif dan bagian tengah merupakan titik keseimbangan, keadilan dan keamanan dari dua kutubnya. Ini merupakan posisi terbaik. Ini pula yang dimiliki Islam yang mengajarkan sikap moderat dalam segala hal, baik berupa keyakinan, syariat, ibadah, akhlak, dan sebagainya. 

Lebih dari itu. Mereka menggunakan sejumlah ayat di dalam Alquran yang dianggap menyerukan untuk mengambil jalan tengah dalam berbagai hal. Salah satunya adalah firman Allah Swt: “Demikianlah kami jadikan kalian umat yang wasath…” (QS. Al Baqoroh: 143).

Mereka beranggapan bahwa ayat ini memerintahkan umat Islam untuk menjadi umat yang moderat. Kata ‘wasath’ pada ayat tersebut diartikan di tengah-tengah. Sehingga umat Islam tidak boleh terlalu berlebih-lebihan dalam beragama seperti praktik orang-orang Yahudi. Namun sebaliknya, mereka juga tidak boleh terlalu bebas sebagaimana orang-orang Nashrani. 

Sepintas Islam wasathiyah merupakan gagasan positif dan elegan. Tetapi jika didalami, kampanye Islam wasathiyah tak lepas dari peristiwa WTC 11 September 2001 dimana umat Islam menjadi tertuduh. Selanjutnya, diciptakanlah istilah Islam radikal untuk menggiring kaum muslim agar menerima Islam moderat (wasathiyah).

Dari berbagai pernyataan politisi dan intelektual Barat terkait klasifikasi Islam menjadi Islam moderat (wasathiyah) dan Islam radikal, akan kita temukan bahwa yang mereka maksud Islam wasathiyah adalah Islam yang tidak anti Barat. Substansinya, Islam wasathiyah adalah “Islam sekuler,” yang mau menerima nilai-nilai Barat seperti demokrasi dan HAM, berkompromi dengan imperialisme Barat dan menjadi mitra Barat. 

Islam wasathiyah merupakan pemahaman yang tidak datang dari Islam dan tidak dikenal dalam Islam. Pemahaman ini berkembang pasca diruntuhkannya khilafah yang mendapat dukungan negara-negara Barat. Barat sangat berkepentingan untuk mencegah kebangkitan Islam dan menghalangi Islam kembali berjaya memimpin peradaban dunia. Demi tujuan ini, Barat (baca: AS) membuat strategi politik untuk merusak keyakinan umat Islam terhadap konsep kebangkitan ini.

Hal ini tergambar dalam tulisan Henry Kissinger (mantan Menteri Luar Negeri AS di masa Presiden Richard Nixon dan Gerald Ford) yang menyatakan bahwa ideologi Islam adalah satu-satunya musuh Barat. Kissinger mengibaratkan umat Islam sebagai “kayu bakar” (firewood) dan kelompok Islam sebagai “bunga api” (sparks). Dibaginya kelompok muslim menjadi lima kelompok yaitu:

1. Kelompok yang fokus pada aspek keimanan (akidah).

2. Kelompok fokus pada akhlak, di antaranya kalangan sufi.

3. Kelompok fokus pada aspek keilmuwan, yaitu para akademisi dan peneliti.

4. Kelompok fokus pada jihad dan perlawanan fisik, yatu mujahidin.

5. Kelompok fokus pada penerapan Islam komprehensif (Islam kaffah) dalam kehidupan.

Menurut Kissinger, kelompok pertama tidak berbahaya bagi Barat karena mereka sibuk mengkafirkan kelompok muslim lainnya, bahkan menguntungkan Barat karena mampu menghancurkan persatuan kaum muslimin. Sedangkan kelompok yang paling berbahaya bagi kaum kafir adalah kelompok kelima, karena mereka memiliki gambaran sempurna terhadap bentuk negara Islam di masa depan, yang mereka inginkan, persiapkan dan terapkan, yakni khilafah islamiyah.

Karena itulah, Henry Kissinger lantas merekomendasikan untuk mencegah “kayu bakar” dan “bunga api” saling terhubung. Untuk mencegah bersatunya kelompok yang menginginkan khilafah dengan umat, AS merancang pendekatan halus. Strategi tersebut bertujuan mempolitisasi (mencitraburukkan) Islam melalui tiga cara: 

1. Mencegah penyebaran Islam politik yang mengantar pada kebangkitan Islam. 

2. Dalam melakukan perlawanan, harus dihindari kesan bahwa AS menentang Islam. 

3. Mencegah pemikiran “Islam negara” tidak diadopsi umat dan mendorong gerakan demokratisasi di negara muslim.

Politisasi Islam akan berjalan baik jika terbentuk jaringan aktor moderasi, yakni antek-antek AS yang muslim dan penduduk asli negara tersebut. Jaringan aktivis Islam moderat beranggotakan ormas Islam, akademisi muslim, aktivis muslim, bahkan ulama yang berpikiran moderat. Ciri khas Islam moderat dibentuk oleh Barat menuruti standar pemikiran kufur. Di antara ciri utamanya adalah menerima demokrasi dan menerima sumber hukum apapun, tidak fanatik pada hukum agama (baca: syariat Islam).

Prinsip utama Islam moderat (wasathiyah) selanjutnya ialah menerima sumber-sumber hukum buatan manusia. Mereka tidak menerima kedaulatan syariat Islam. Para aktivis Islam moderat lebih percaya pada pemikiran Barat seperti sekularisme dan liberalisme. Muslim moderat juga harus menerima pluralisme, feminisme, humanis, tidak anti Yahudi, menentang khilafah, menolak jihad, netral terhadap Israel, dst. Semua itu menjelaskan bahwa ide ini membentuk pribadi muslim yang akomodatif terhadap nilai-nilai kufur. Bila muslim memiliki karakter Islam moderat (wasathiyah), tidak ada bedanya dengan kaum liberal sekular bukan?
  

*B. Bahaya Islam Wasathiyah Sebagai Bentuk Liberalisasi Islam terhadap Kehidupan Umat Islam*

Pengaruh dari penyebaran Islam wasathiyah sedikit banyak terasa di tengah umat. Hal ini karena para pengusungnya memiliki strategi yang terencana dan masif dijalankan. Strategi tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Dekonstruksi tafsir dan fiqih agama serta merekonstruksikan sesuai pemahaman moderat.

Untuk memasukkan paham moderat ke dalam Islam, mereka mendekonstruksi pemahaman yang sudah mapan melalui metode penafsiran dan istinbath hukum ala Islam moderat. Penafsiran para ulama salaf dilabeli sebagai penafsiran yang kaku, absolut, diksriminatif, dsb. Fiqih juga didefinisikan sebagai etika sosial, tidak terkait dengan hukum negara. Diopinikan sebagai aktivitas individu belaka yang tak membutuhkan penerapan hukum oleh negara. Umat digiring pada perasaan tidak butuh terhadap penerapan syariat dalam institusi negara.

2. Merekrut tokoh-tokoh agama Islam sebagai corong.

Islam wasathiyah hakikatnya adalah bagian dari perang ide. Perang ide ini difokuskan pada dukungan terhadap partner yang bertindak sebagai corong beserta program kerjanya. Kalangan potensial sebagai partner adalah: intelektual/akademisi muslim yang liberal sekular, ulama muda moderat, komunitas aktivis dan LSM, kelompok perempuan pendukung kesetaraan, penulis dan jurnalis moderat, dsb.

3. Pengopinian pemikiran Islam wasathiyah melalui media massa.

Menurut lembaga riset AS, Rand Corporation, radio dan televisi merupakan alat paling dominan yang digunakan AS dalam menyebarkan isu yang hendak digulirkan. Di Indonesia, beberapa media yang masif mengopinikan Islam wasathiyah dan mengangkat tokoh-tokohnya, misalnya Kompa, Tempo, Suara Pembaruan, dst.

4. Memasukkan pemahaman Islam wasathiyah dalam kurikulum pendidikan.

Lembaga pendidikan dianggap sebagai kunci pengembangan moderatisme, yaitu melalui pesantren dan madrasah yang banyak tersebar di Indonesia.  Berbagai universitas Islam maupun yang berada di bawah naungan ormas tertentu dibidik untuk mengembangkan gagasan paham moderatisme, pluralisme dan demokrasi.

5. Menggunakan penguasa sebagai alat.

Penguasa memiliki posisi strategis dalam pengopinian Islam wasathiyah. Dukungan penguasa memudahkan ide ini diadopsi dalam berbagai bidang. Karena penguasa memiliki kekuatan untuk membuat aturan, mengangkat pejabat se-ide dan berpotensi mempengaruhi massa. Pemerintah Indonesia telah memfasilitasi Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) tentang Islam wasathiyah yang berlangsung di Bogor, 1-3 Mei 2018. Pertemuan ini menghasilkan Bogor Message yang tak hanya menawarkan Islam moderat sebagai solusi atas persoalan dunia, namun juga menjadi pengingat umat Islam agar tak melenceng dari Islam moderat.

6. Memunculkan berbagai varian sejenis dengan Islam wasathiyah seperti Islam Nusantara.

Salah satu rekomendasi Rand Corporation untuk memasarkan Islam moderat adalah mengentalkan kesadaran budaya dan sejarah mereka yang non Islam dan pra Isam ketimbang Islam sendiri. Perpaduan antara Islam dengan budaya lokal Indonesia dan nilai-nilai kearifan lokal, saat ini dimunculkan dengan nama Islam Nusantara. Padahal Islam Nusantara justru memutilasi Islam karena hendak dijauhkan dari segala yang dianggap berbau Arab. Misalnya jilbab yang dianggap sebagai budaya Arab sehingga tidak wajib dikenakan.

7. Memanfaatkan pusat penelitian dan studi tentang Islam sebagai sumber informasi utama bagi para pengambil keputusan dan kebijakan.

Pusat-pusat kajian Islam juga tak lepas dari upaya ini. Hasil penelitian dan monitoring di tengah kaum muslim diambil sebagai bahan baku “dapur strategi” dalam rangka mengubah output untuk tujuan peringatan dini tentang Islam, kelompok Islam dan kebangkitan Islam. Juga untuk membangun strategi dan kebijakan praktis menghadapi perkembangan yang terjadi dalam gerakan Islam di tingkat negara dan masyarakat.

8. Promosi kesetaraan gender.

Isu hak-hak perempuan adalah sebuah medan pertarungan utama dalam perang ide di dunia Islam. Promosi kesetaraan gender adalah komponen kritis dari beberapa proyek untuk memberdayakan muslim moderat. Promosi ini berjalan seiring dengan propaganda Islam wasathiyah, sama-sama membongkar ajaran Islam dan mereinterpretasikannya sesuai sudut pandang liberal.

Inilah beberapa strategi dalam memasarkan paham Islam washatiyah. Umat Islam seharusnya menyadari upaya propaganda ini agar tak terkecoh menerima bahkan ikut memperjuangkannya. Terlebih, ide ini memiliki bahaya besar bagi kelangsungan hidup umat Islam. Bahaya tersebut adalah: 

1. Mengebiri Islam.

Jalan tengah seperti dicirikan di atas nampak jelas merupakan gagasan yang mengabaikan sebagian dari ajaran Islam yang bersifat qath’iy, baik dari sisi redaksi (dalalah) maupun sumbernya (tsubut), seperti superioritas Islam atas agama dan ideologi lain (QS. Ali Imron: 85), kewajiban berhukum dengan hukum syara’ (QS. Al Maidah: 48), dst. Namun demikian, meski Islam adalah agama yang unggul atas agama lain namun bukan berarti mereka yang beragama non Islam dipaksa untuk memeluk agama Islam. Pemikiran Islam wasathiyah yang mengambil sebagian ajaran Islam dan menolak sebagiannya, dapat mengantarkan umat kepada kekafiran yang sebenarnya.

2. Menimbulkan keraguan umat terhadap Islam.

Pengusung Islam wasathiyah menyuarakan untuk meninjau ulang hukum-hukum qath’iy, baik yang terdapat di dalam Alquran maupun Alhadits. Yaitu didekonstruksi dan disesuaikan lagi dengan pemikiran moderat yang standarnya bukan dari Islam. Hal ini menjadikan umat ragu akan ajaran agamanya sendiri. Apalagi yang mendakwahkan adalah orang yang dipandang tokoh dan panutan. Akibatnya, umat menjauh dari Islam dan memusuhi ulama serta pendakwah yang hanif.

3. Menyusupkan paham pluralisme yang memandang semua agama benar.

Melalui konsep ini pula, kemudian disebarkan paham pluralisme agama yang menyatakan semua agama itu adalah sama dan benar. Konsekuensinya, orang yang keluar dari Islam tidak dianggap tercela, pernikahan antaragama tak bisa disalahkan.

4. Memecah-belah Islam dan umat.

Islam dan umat Islam dikotak-kotakkan dan dipertentangkan antara Islam moderat dengan Islam radikal, dst. Padahal Islam adalah satu, yaitu Islam yang diturunkan Allah Swt kepada Rasulullah Saw, kitab sucinya juga satu yakni Alquran.

5. Meminggirkan dakwah penerapan syariat Islam.

Karena mereka menolak formalisasi syariah dalam sebuah institusi negara, maka dakwah yang menyerukan penerapan syariat Islam dianggap ekstrim dan radikal. Selanjutnya, akan ditolak dan dimusuhi sehingga langkah untuk menghidupkan Islam kembali akan menjadi lebih berat. 

Demikianlah bahaya Islam wasathiyah bagi Islam dan umatnya. Islam wasathiyah bersama varian Islam moderat lainnya seperti Islam Nusantara, Islam inklusif, dll. sejatinya memiliki maksud yang sama yaitu liberalisasi Islam. Sebuah upaya untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya sendiri. 


*C. Strategi Membendung Islam Wasathiyah dan Meyakinkan umat Islam Bahwa Khilafah Ajaran Islam*

Umat Islam harus menyadari kelemahan argumentasi para pengusung Islam wasathiyah. Menganalogikan gagasan Islam wasathiyah dengan benda jelas batil. Karena objek keduanya berbeda, satu benda sementara lainnya adalah pemikiran yang ukuran penilaian keduanya berbeda. Apalagi tidak semua bagian tengah suatu benda lebih baik dari ujungnya. Ujung pulpen misalnya, tentu lebih berguna dibandingkan bagian tengahnya.

Selain itu, penggunaan ayat Al Baqoroh: 143 untuk menjustifikasi Islam wasathiyah merupakan argumentasi yang dipaksakan. Karena jika kita mengaitkan makna ummatan wasathon dengan tafsir ulama terdahulu, maka akan kita dapati artinya adalah umat pilihan atau umat terbaik. 

Imam Ath Thabary misalnya mengartikan kata awsath dengan khiyar yakni yang terbaik dan pilihan. Sehingga kata wasath pada ayat tersebut bermakna khiyar. Status sebagai umat terbaik ini tak bisa dilepaskan dengan risalah Islam yang diberikan kepada mereka. Sayyid Quthb memaknai ummatan wasathan sebagai umat yang adil dan pilihan, serta menjadi saksi atas manusia seluruhnya, maka umat Islam menjadi penegak keadilan di tengah manusia. 

Begitu masifnya mereka menjalankan agenda penyebaran Islam wasathiyah seharusnya tak membuat umat Islam berdiam diri. Berikut strategi dalam membendung penyebaran Islam wasathiyah sekaligus meyakinkan umat bahwa khilafah bukan virus berbahaya: 

1. Terus melakukan pembinaan umat berdasarkan akidah murni dan lurus. 

Akidah kuat akan membentengi umat Islam dari pemahaman sesat seperti pluralisme dan sejenisnya. Serta tak mudah goyah keyakinannya terhadap kebenaran syariat Allah Swt.

2. Meningkatkan tsaqofah Islam baik bagi pengemban dakwah maupun umat Islam secara umum.

Penguasaan terhadap tsaqofah Islam seperti Bahasa Arab, Ulumul Quran, Hadits, Ushul Fiqih, dll. akan menghindarkan umat dari pemahaman yang keliru, khususnya yang mengatasnamakan dalil syariat.  

3. Menggencarkan dakwah berbasis shiro’ul fikri (pergulatan pemikiran). 

Dengan cara menjelaskan kebathilan ide Islam wasathiyah dan menggambarkan pemahaman yang benar berdasarkan Alquran dan Assunnah. Diharapkan umat mampu memahami dan tidak terjebak pada pusaran ide bathil ini. Tak lupa menunjukkan keburukan penerapan ideologi sekularisme saat ini sebagai biang kerok dari problematika yang menimpa umat.

4. Penyampaian dakwah disertai upaya kasyful khuththath (menyingkap makar di balik sesuatu).

Umat Islam juga harus mengetahui bahwa di balik masifnya penyebaran Islam wasathiyah, terdapat makar jahat yang dilakukan oleh negara-negara Barat dengan perpanjangan tangan beberapa kalangan dari umat Islam sendiri. Sehingga umat Islam tidak terlibat dalam upaya pecah-belah diri mereka sendiri. 

5. Menumbuhkan kesadaran akan musuh bersama (common enemy). 

Kesalahan menetapkan musuh akan menyebabkan kesalahan dalam bersikap terhadap musuh. Perlu penegasan bahwa musuh utama umat Islam adalah ideologi lawan yaitu kapitalisme sekuler berikut ide turunannya maupun sosialisme komunis. 

6. Mengoptimalkan penggunaan seluruh media milik umat Islam untuk membendung opini Islam wasathiyah.

Individu maupun komunitas muslim sebagai pemilik maupun pengelola media (media massa, media sosial) hendaknya bervisi dakwah dan menjadikan medianya sebagai sarana membendung semua pemikiran bathil dan menyampaikan kebenaran termasuk eksistensi khilafah sebagai ajaran Islam. Apalagi di masa pandemi saat ini, berdakwah lewat media menjadi “keharusan.”

7. Melakukan sinergi dengan berbagai komponen umat Islam.

Bekerja sama dengan komponen umat yang terdiri dari para tokoh Islam, aktivis gerakan Islam, ulama, ustaz, penggerak majelis taklim, dll. menolak ide Islam wasathiyah berikut ide bathil lainnya. Mendorong mereka untuk menyampaikan juga pada jejaring, massa atau pengikutnya. 

8. Mendirikan pusat-pusat kajian keislaman yang memperkuat dakwah Islam kaffah.

Hasil studi dan penelitiannya dipergunakan oleh kelompok Islam untuk memetakan dan merumuskan strategi terkini dalam memajukan umat dan menyelesaikan berbagai problem yang menghadang di depan jalan kebangkitan.

9. Menggencarkan dakwah dengan menyeru umat Islam kembali pada penerapan hukum Allah Swt dalam naungan khilafah Islamiyah.

Selain memahamkan urgensinya, juga disertai penjelasan tentang metode penegakannya. Dengan keberadaan institusi khilafah, sekaligus akan menghilangkan eksistensi berbagai ide/pemikiran rusak dan sesat. 

Demikian strategi yang bisa dilakukan dalam rangka membendung penyebaran ide Islam wasathiyah berikut memperkuat pemahaman umat akan khilafah sebagai ajaran Islam. Strategi dijalankan dengan konsepsi dan arah perubahan yang jelas, terarah dan terukur. Dimana perubahan yang dituju mesti jelas dan mengarah pada upaya melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan menerapkan syariah Islam melalui penegakan institusi khilafah islamiyah. Hanya dengan perubahan yang demikian, kejayaan dan kebangkitan Islam akan kembali tegak. Pun akan hadir lagi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. 


*IV. PENUTUP*

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 

1. Ide Islam wasathiyah sejak kemunculannya memang ditujukan untuk menghadang laju kebangkitan Islam yaitu dengan tegaknya khilafah islamiyah. Khususnya di masa pandemi saat ini, ide ini kian digencarkan dan dihadapkan dengan ide khilafah karena para pengusungnya khawatir, pandemi dimanfaatkan pejuang khilafah untuk kian menggencarkan perjuangan. Islam wasathiyah adalah varian dari Islam moderat yang dirancang oleh Barat dengan perpanjangan tangan dari berbagai kalangan umat Islam sendiri.

2. Pengusung Islam wasathiyah memiliki berbagai strategi yang masif dijalankan.  Umat Islam harus menyadari upaya propaganda ini agar tak terkecoh menerima dan memperjuangkannya. Apalagi ide ini memiliki bahaya besar bagi Islam maupun umat Islam. Bahayanya antara lain: mengebiri Islam, menimbulkan keraguan umat terhadap Islam, memecah-belah umat Islam, dst. Dengan kata lain, Islam wasathiyah merupakan bentuk liberalisasi Islam.

3. Begitu masifnya agenda penyebaran Islam wasathiyah seharusnya tak membuat umat Islam berdiam diri. Berbagai strategi mesti dirancang dalam membendung penyebaran Islam wasathiyah sekaligus meyakinkan umat bahwa khilafah bukan virus berbahaya, melainkan ajaran Islam yang mulia. Strategi dijalankan dengan konsepsi dan arah perubahan yang jelas, terarah dan terukur. Dimana perubahan yang dituju mesti jelas dan mengarah pada upaya melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan menerapkan syariah Islam melalui penegakan institusi khilafah islamiyah. Hanya dengan perubahan yang demikian, kejayaan dan kebangkitan Islam akan kembali tegak. Pun akan hadir lagi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. 


#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst

Read more...

PROPAGANDA KHILAFAHISME: Sebuah Upaya Kriminalisasi Ajaran Islam yang Harus Dilawan

MATERI KULIAH ONLINE
UNIOL 4.0 DIPONOROGO
Sabtu, 20 JUNI 2020
(Diasuh oleh: Prof Suteki)
============================

PROPAGANDA KHILAFAHISME: Sebuah Upaya Kriminalisasi Ajaran Islam yang Harus Dilawan

Oleh: Achmad Mu'it

I. Pengantar

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP akhirnya setuju agar pasal yang menjadi polemik publik dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dihilangkan. RUU tersebut belakangan menuai kontroversi karena dikhawatirkan disusupi oleh paham komunisme.

Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangannya pada Ahad (14/6), bahwa terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk dihapus. (Republika.co.id: Jakarta, 14 Juni 2020)

Partai berlogo kepala banteng moncong putih itu juga sepakat untuk menambahkan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Hasto mengatakan, ideologi yang bertentangan dengan Pancasila itu misalnya marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme.

Tentu saja, pernyataan ini membuat publik gempar. RUU HIP yang dipermasalahkan publik adalah potensi kembalinya komunis dan tidak terkait dengan radikalisme apalagi khilafah-isme.

Jika RUU HIP dengan tambahan radikalisme dan khilafah-isme ini disahkan menjadi UU maka penguasa akan memburu siapapun yang mendakwahkan khilafah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila. Padahal mendakwahkan khilafah adalah bagian dari kebebasan berpendapat dan menjalankan ajaran agama yang dilindungi oleh UUD 1945.

Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam adalah termasuk mahkota kewajiban. Karena hanya dengan Khilafah seluruh hukum Islam akan dapat diterapkan. Khilafah juga bersumber dari wahyu Allah SWT, sehingga tidak layak dan tidak pantas disematkan sufiks -isme. 

II. Permasalahan

Berdasarkan pengantar di atas, maka dalam artikel ini akan dirumuskan beberapa permasalahan, antara lain:

(1) Apakah motif dibalik propaganda khilafah-isme?

(2) Pantaskah khilafah sebagai ajaran Islam dikriminalisasi dengan propaganda khilafah-isme?

(3) Bagaimana strategi umat Islam dalam menghadapi propaganda khilafah-isme?

III. Pembahasan

A. Propaganda Khilafah-isme Mendistorsi Ajaran Islam

Penyebutan khilafah-isme untuk sistem khilafah adalah bentuk penistaan terhadap ajaran Islam. Apalagi ketika Khilafah yang berasal dari Allah disetarakan dengan ajaran Marxisme-Komunisme dan Kapitalisme-Liberalisme yang notabene hasil ciptaan manusia.

Sesungguhnya pernyataan seperti itu merupakan penghinaan terhadap ajaran Islam dan menggambarkan permusuhan nyata pada ajaran Islam yang sangat mulia. Pernyataan ini juga ada indikasi kuat dalam upaya menutupi dari masalah yang sebenarnya terjadi di negeri ini. 

Istilah “radikalisme” dan “khilafah-isme” adalah bentuk narasi yang digunakan untuk menyasar umat Islam. Khilafah adalah ajaran Islam, tidak pantas dikriminalisasi. Sementara radikalisme hingga saat masih bersifat obscure dan lentur. Radikalisme cenderung dipakai secara legal dan konstitusional untuk menggiring bahkan sampai menggebuk orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah.

Jadi, tepat jika dikatakan bahwa narasi “khilafahisme” dan “radikalisme” adalah sebuah alat propaganda. Dalam dunia politik, propaganda adalah metode sekaligus alat yang sangat efektif untuk mendapatkan keuntungan posisi politik sekaligus menjatuhkan posisi politik lawan yang dilakukan lebih dari satu kali atau secara terus menerus (repetitive action).

Propaganda adalah rangkaian pesan yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk mempengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya. Bahkan, propaganda dapat dilihat dari konteks kegiatan komunikasi yang erat kaitannya dengan persuasi.

Dalam propaganda politik, umumnya melibatkan usaha pemerintah, partai atau golongan untuk pencapaian tujuan strategis dan taktis, dan kegiatan popaganda politik itu sendiri mencakup penyebaran doktrin, penyebaran keyakinan politik tertentu. Secara umum, wujud dari propaganda dapat dilihat dari proses penyampaian gagasan, ide/kepercayaan, atau doktrin dalam rangka mengubah opini, sikap, dan perilaku individu/kelompok, dengan teknik-teknik memengaruhi dalam suatu interaksi politik, baik skala lokal, nasional, regional maupun internasional.

Penyebutan “khilafahisme” masuk dalam teknik propaganda penjulukan (name calling). Teknik ini merupakan teknik propaganda dengan cara memberikan sebuah ide atau label yang buruk kepada orang, gagasan, objek agar orang menolak sesuatu tanpa menguji kenyataannya. Pemberian label buruk tersebut bertujuan untuk menjatuhkan atau menurunkan kewibawaan seseorang atau suatu ajaran yang agung.

Dalam term literatur Islam, kondisi saling melabeli dengan julukan ini sering disebut dengan “perang istilah” (harb al-musthalahat). Perang ini merupakan perang dengan suatu agenda besar, yaitu menimpakan bahaya dan kehancuran pemikiran dan politik kepada lawan. Caranya dengan menggunakan istilah sebagai alat untuk melemahkan, menyesatkan atau mencitraburukkan lawan. 

Perang Istilah telah digunakan oleh musuh-musuh Islam sejak awal perjuangan Nabi SAW di Makkah. Kaum Quraisy di Makkah telah menyerang Nabi SAW dengan perang istilah ini. Mereka mempropagandakan bahwa Muhammad adalah tukang sihir, dukun bahkan gila.

Serangan terhadap istilah khilafah dalam bentuk pengkerdilan dan reduksi istilah sebenarnya sudah berlangsung lama. Upaya distorsi terhadap istilah khilafah dilakukan secara terus-menerus dan oleh lintas gerenasi. Rasyid Ridha (1865-1935) dengan bukunya yang berjudul al-Khilafah, juga Ali Abdurraziq (1888 – 1966) dengan bukunya al-Islam wa Ushul al-Hukm, merupakan dua tokoh yang mengawali upaya pendistorsian makna khilafah.

Ditinjau dari sisi manapun, upaya mendistorsi ajaran Islam adalah kesia-siaan, karena telah menyalahi syariat dan konsensus ulama. 

Pertama, syariat telah memerintahkan kepada kita untuk menjadikan Rasulullah sebagai uswah (teladan) dalam semua hal, termasuk dalam hal mengelola negara. Semua yang datang dari Nabi adalah wahyu. As-Sunnah merupakan sumber hukum Islam yang nilai kebenarannya sama dengan al-Quran karena sama-sama berasal dari wahyu. Allah SWT berfirman yang artinya, “Tidaklah yang dia (Muhammad) ucapkan itu menuruti kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepada dirinya).”[9]

Kedua, kewajiban untuk mengangkat khalifah yang menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah adalah telah jadi konsensus (ijmak) para ulama. Jadi tidak ada pengingkaran di kalangan ulama terdahulu terkait kewajiban menerapkan sistem pemerintahan yang diwariskan Rasulullah yakni khilafah, kecuali mereka yang menyimpang dari ijmak.

Busuknya upaya mendistorsi ajaran Islam merupakan konfirmasi atas kebenaran firman Allah SWT,

يُرِيدُونَ أَن يُطۡفِئُواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَيَأۡبَى ٱللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُۥ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ

“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, sementara Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-orang kafir tidak menyukai.” (QS. al-Taubah: 32)

B. Khilafah Ajaran Islam tidak tepat disematkan sufiks -isme

Islam adalah sistem kehidupan yang sempurna. Ajaran Islam itu mencakup banyak hal termasuk pemerintahan. Hal itu sebagaimana Allah SWT berfirman:

وَيَوْمَ نَـبْعَثُ فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ شَهِيْدًا عَلَيْهِمْ مِّنْ اَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيْدًا عَلٰى هٰۤؤُلَآ ءِ  ۗ  وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْـكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّـكُلِّ شَيْءٍ وَّ هُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

"Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada setiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim)."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 89)

Abdullah Ibn Mas’ud ra menjelaskan, sebagaimana dikutip oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam tafsirnya, “Sungguh Dia (Allah) telah menjelaskan untuk kita semua ilmu dan semua hal”.

Ayat ini menegaskan bahwa Allah melalui Al-Quran telah menjelaskan semua hal, tentu termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Hanya saja, simpul penting pemerintahan Islam itu justru yang pertama kali lepas. Inilah sebabnya umat menjadi asing dengan salah satu ajaran Islam ini. 

Nabi SAW bersabda,

لتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ، عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ، تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ

“Sungguh simpul-simpul Islam akan terurai satu persatu, setiap kali satu simpul terlepas manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya, dan simpul yang pertama lepas adalah al-hukm (pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat” (HR. Ahmad).

Maksud dari kalimat ( وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ)  adalah ajaran pertama di dalam Islam yang mengalami penyimpangan hingga akhirnya ditinggalkan oleh kaum muslim yaitu  pemerintahan. Hal ini juga selaras dengan apa yang dijelaskan Imam al-Shan’ani dalam menjelaskan frase tersebut, yaitu digantinya hukum-hukum Islam.

Khilafah memiliki makna yang khas dan agung dalam Islam. Al-Khalifah (الخليفة) secara bahasa berasal dari kata khalafa, yang secara bahasa bermakna ”pengganti”. Jamak dari kata khalifah adalah khulafa dan khala’if. Kata-kata ini bisa ditemukan dalam beberapa ayat al-Quran, seperti QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-An’âm: 165, dan QS. Al-Naml: 62.

Adapun makna syar’i dari istilah khalifah identik dengan al-Imam al-A’zham (imam yang teragung). Imam al-Ramli mendefinisikan dengan,

الخليفة هو الإمام الأعظام, القائم بخلافة النبوة, فى حراسة الدين وسياسة الدنيا

“Khalifah itu adalah imam agung yang menduduki jabatan khilafah nubuwwah dalam melindungi agama serta pengaturan urusan dunia.”

Penulis al-kitab Ajhizah al-Daulah al-Khilafah menampilkan definisi yang lebih praktis,

الخليفة هو الذي ينوب عن الأمة في الحكم والسلطان، وفي تنفيذ أحكام الشرع

”Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam hukum dan pemerintahan, dan dalam menerapkan hukum-hukum syara’.”

Adapun asal usul kata khilafah, kembali kepada ragam bentukan kata dari kata kerja khalafa, jika khalifah adalah sosok subjek pemimpin, maka istilah khilafah digunakan untuk mewakili konsep kepemimpinannya. Istilah khalifah, imam dan amirul mukminin adalah kata yang sinonim. Demikian juga dengan istilah khilafah dan Imamah. 

Imam al-Mawardi mendefinisikan khilafah sebagai,

الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا به

“Imamah itu menduduki posisi untuk khilafah nubuwwah dalam menjaga agama serta politik yang sifatnya duniawi."

Adapun Imam al-Juwaini memberikan definisi,

الإمامة رياسة تامة، وزعامة تتعلق بالخاصة والعامة في مهمات الدين والدنيا

“Imamah itu adalah kepemimpinan yang sifatnya utuh, dan kepemimpinan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum dan khusus dalam urusan-urusan agama maupun dunia.”

Definisi yang jami’ dan mani’ adalah,

الخلافة هي رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا لإقامة أحكام الشرع الإسلامي، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم

“Khilafah adalah kepemimpinan yang sifatnya umum bagi kaum muslim secara keseluruhan di dunia untuk menegakkan hukum syara’ serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.”

Jelaslah, bahwa istilah khalifah, imam, amirul mukminin, khilafah, dan imamah memiliki akar normatif dan historis yang sangat kokoh, ia bersumber dari dalil-dalil syariah.

Khilafah adalah ajaran Islam. Oleh karena itu siapa saja yang memperjuangkannya bukan pelaku kriminal. Mengusahakan tegaknya khilafah adalah wujud ketaatan pada agamanya. Memburu dan menangkap orang yang hendak mengamalkan agamanya adalah bentuk permusuhan pada kaum muslimin. Khilafah adalah ajaran Islam yang agung dari Allah SWT. Khilafah sistem pemerintahan dalam Islam, sekaligus sebagai metode pelaksanaan syariat secara kaffah (menyeluruh).

Khilafah bukan ideologi, karena ideologi merupakan ide dasar yang mendasari semua pemikiran yang dibangun di atasnya. Ideologi adalah pemikiran mendasar yang melahirkan sistem kehidupan. Sedangkan khilafah adalah ajaran Islam tentang sistem pemerintahan, pelaksana hukum syariat dan dakwah.

Khilafah juga bukan “isme” karena ia ajaran Islam yang bersumber dari wahyu, sedangkan isme berasal dari akal dan hawa nafsu manusia. 

Dalam Wikipedia, sufiks -isme berasal dari Yunani -ismos, Latin -ismus, Prancis Kuno -isme, dan Inggris -ism. Akhiran ini menandakan suatu paham atau ajaran atau kepercayaan. Beberapa agama yang bersumber kepada kepercayaan tertentu memiliki sufiks -isme. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, “-isme sufiks pembentuk nomina sistem kepercayaan berda-sarkan politik, sosial, atau ekonomi: terorisme; liberalisme; komunisme”. 

Dengan demikian, menyebut khilafah dengan “khilafahisme” adalah kekeliruan, penyesatan, dan pengkerdilan terhadap sesuatu yang agung.

C. Strategi Umat Islam dalam Menghadapi Propaganda Khilafah-isme

Isu radikalisme terus bergulir. Mulai dari tuduhan terorisme, radikalisme, hingga yang terbaru khilafahisme. Radikalisme termasuk khilafahisme saat ini seperti arus sungai yang bertemu dengan air terjun sehingga arusnya lebih bergemuruh. 

Air terjun ini adalah simbol reaksi umat Islam karena tudingan radikalisme itu dialamatkan atau disasarkan pada umat Islam. Umat Islam merasa difitnah dan diperlakukan tidak adil.

Lantas, apa yang harus dilakukan oleh umat Islam dalam menghadapi propaganda khilafah-isme?

Berikut ini beberapa strategi yang dapat dilakukan umat Islam dalam menghadapi propaganda khilafahisme:

Pertama, memberi penjelasan secara jernih dan rasional bahwa khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Khilafah adalah janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah. Khilafah bukan sebuah ideologi. Khilafah berasal dari wahyu Allah sehingga tidak tepat ditambah sufiks -isme dibelakangnya sebagaimana kapitalisme, liberalisme, maupun komunisme.

Allah SWT berfirman:

وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَـيَسْتَخْلِفَـنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ  وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَـيُبَدِّلَــنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًا   ۗ  يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـئًــا   ۗ  وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."
(QS. An-Nur 24: Ayat 55)

Kedua, tetap berdakwah tanpa kekerasan. Karena berdakwah merupakan perintah dari Allah SWT sekaligus merupakan kebebasan berpendapat dan menjalankan ajaran agama yang dilindungi oleh UUD 1945.

Allah SWT berfirman:

وَلْتَكُنْ  مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ  عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ  وَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 104)

Ketiga, membongkar kerusakan sistem kapitalisme dan sistem liberalisme yang saat ini diterapkan di negeri ini. Dan juga menunjukkan kepada masyarakat bahwa pangkal dari kekacauan dan kerusakan negeri ini adalah diterapkannya sistem buatan manusia yang mengenyampingkan aturan-aturan dari Allah SWT yang mengatur alam semesta.

Allah SWT berfirman:

وَمَنْ اَعْرَضَ  عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ  اَعْمٰى
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta."
(QS. Ta-Ha 20: Ayat 124)

Keempat, berdoa kepada Allah agar pertolongan Allah segera hadir yaitu datangnya kembali peradaban emas Islam dengan tegaknya Khilafah yang mengikuti metode kenabian.

Allah SWT berfirman:

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًا   ۗ  اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 56)

Kelima, memperbanyak membaca sholawat asyghil. 

Allah SWT berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ   ۗ  يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya."
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 56)

Keenam, bersabar dan bertawakal kepada Allah. 

Allah SWT berfirman:

فَذَرْنِيْ وَمَنْ يُّكَذِّبُ بِهٰذَا  الْحَـدِيْثِ ۗ  سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِّنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُوْنَ 

"Maka serahkanlah kepada-Ku (urusannya) dan orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al-Qur'an). Kelak akan Kami hukum mereka berangsur-angsur dari arah yang tidak mereka ketahui,"
(QS. Al-Qalam 68: Ayat 44)

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:

وَمَكَرُوْا وَمَكَرَاللّٰهُ  ۗ  وَاللّٰهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ

"Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 54)

Wallahu A'lam bish showab

IV. Penutup

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu:

1. Motif dari propaganda khilafah-isme adalah untuk mendistorsi ajaran Islam. Namun hal itu akan sia-sia karena telah menyalahi syariat dan konsensus ulama. 

2. Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam tidak tepat disematkan sufiks “isme” karena khilafah merupakan ajaran Islam yang bersumber dari wahyu, sedangkan "isme" berasal dari akal dan hawa nafsu manusia. 

3. Strategi yang dapat dilakukan umat Islam dalam menghadapi propaganda khilafah-isme antara lain, memberi penjelasan secara jernih dan rasional bahwa khilafah adalah bagian dari ajaran Islam, tetap berdakwah tanpa kekerasan, membongkar kerusakan sistem kapitalisme dan sistem liberalisme yang saat ini diterapkan di negeri ini. Selanjutnya berdoa kepada Allah agar pertolongan Allah segera hadir, memperbanyak membaca sholawat asyghil, bersabar dan bertawakal kepada Allah SWT.

V. Referensi

1. https://republika.co.id/berita/qbwdk2396/pdip-sepakat-trisila-dalam-ruu-hip-dihapus 

2. https://makassar.tribunnews.com/2020/06/15/penyebar-paham-khilafahisme-akan-diburu-seperti-paham-marxisme-komunisme-kapitalisme-liberalisme 

3. https://kumparan.com/abdul-rivai-ras/mengenal-propaganda-politik-di-era-post-truth-1549632367408752701/full

4. Abul Fida’ Ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, juz IV, hlm. 594.

5. Al-Shan’ani, al-Tanwir Syarh Jami’ al-Shaghir, juz 9, hlm. 33.

6. Al-Ramli Muhammad bin Ahmad bin Hamzah, Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj fil Fiqhi ‘ala Madzhab Al Imam Al Syafi’i, Juz 7, hlm. 289.

7. Atha bin Khalil Abu al-Rasytah, Ajhizah Daulah al-Khilafah fi al-Hukm wa al-Idarah, hlm. 20.

8. Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Raudhah al-Thalibin wa Umdah al-Muftin, juz X, hlm. 49; Khatib al-Syarbini, Mughn al-Muhtaj, juz IV, hlm. 132.

9. Ali bin Muhammad al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, hlm. 5.

10. Abu al-Ma’ali al-Juwaini, Ghiyats al-Umam fi al-Tiyatsi al-Dzulam, hlm. 15.

11. Mahmud Abd al-Majid Al Khalidi, Qawa’id Nizham al-Hukm fi al-Islam, hlm. 225-230.

12. Prof Suteki, "Khilafahisme" dan "Radikalisme": Visi RUU HIP untuk Memerangi Ajaran Islam dan Kebebasan Berpendapat?, 2020

13. Yuana Ryan Tresna,"WACANA “KHILAFAH-ISME” ADALAH UPAYA MENDISTORSI AJARAN ISLAM, 2020

14. https://al-waie.id/fokus/perang-istilah/

15. Syawa’ib Tafsir, sub bab Syawa’ib fi Nizham al-Hukm.

#LamRad
#LiveOpressedOrRiseUpAgainst

Read more...

About This Blog

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP