Click here for Myspace Layouts
Powered by Blogger.

Friday, June 12, 2020

Rasisme di Kampium Demokrasi: Problem Baru Yang Telah Diselesaikan Oleh Islam

MATERI KULIAH ONLINE
UNIOL 4.0 DIPONOROGO
Sabtu, 13 Juni 2020
(di bawah asuhan Prof. Steven Suteki)
=====

*Rasisme di Kampium Demokrasi: Problem Baru Yang Telah Diselesaikan Oleh Islam.*

Oleh: Mastori

A. *Pendahuluan*

Amerika Serikat terbakar, dan pemicunya adalah masalah yang tidak dapat diselesaikan negara selama berabad-abad: rasisme. Amerika yang dianggap sebagai kampium demokrasi dan HAM kini tengah menghadapi masalah rasisme yang cukup serius. Di tengah konsentrasi pemerintah Amerika yang tengah fokus menangani virus covid 19, tiba-tiba publik dihebohkan dengan kerusuhan yang melibatkan aparat dan warga Amerika kulit hitam.

Dalam laman media online diberitakan bahwa  kerusuhan ini dipicu oleh kematian seorang pria berkulit hitam bernama George Floyd pada 25 Mei 2020 di Minneapolis, Minnesota yang tewas akibat penanganan aparat kepolisian Amerika. 

Kejadian itu memicu puluhan ribu orang untuk berdemonstrasi di lebih dari 75 kota di AS untuk memprotes kematian George Floyd. Tewasnya George Floyd bertambah panas ketika Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengerahkan militer Amerika untuk melawan warganya sendiri yang terus berunjuk rasa. Dia mengatakan, "Ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai." Sebuah kalimat yang banyak diartikan sebagai ‘izin’ dari pemerintah Amerika untuk menggunakan senjata dalam menertibkan demonstran.

Kerusuhan dengan latar belakang rasisme ini bukan kali pertama terjadi di Amerika. Sebelumnya pada Juli 2014, tewasnya seorang warga Amerika kulit hitam oleh kebrutalan polisi pun memicu aksi demonstrasi besar dibawah naungan gerakan “Black Lives Matter (Nyawa Orang Kulit Hitam itu Berarti)”. Padahal, beberapa tahun lalu dengan terpilihnya Obama sebagai sebagai presiden pertama berkulit hitam, Amerika disanjung-sanjung sebagai negara yang benar-benar telah merubah dirinya menjadi negara yang menghargai HAM dan ras. 

Aksi soliditas yang ditunjukan oleh warga Amerika kulit hitam merupakan bukti bahwa masalah rasisme masih bercokol di negara yang diklaim sebagai kampium demokrasi yang konon menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dan menolak diskriminasi.

Bila ditarik kebelakang,  politik apharteid pernah menciderai hubungan sosial dan hukum masyarakat Amerika. Hal ini ditandai dengan pencabutan hak pilih orang Afrika-Amerika berlangsung secara sistematis di negara-negara Selatan dari 1890 hingga 1908 dan baru berakhir hingga disahkannya undang-undang hak-hak sipil nasional pada pertengahan 1960-an. Selama lebih dari 60 tahun, misalnya, orang kulit hitam di Selatan tidak dapat memilih siapa pun untuk mewakili kepentingan mereka di Kongres AS atau pemerintah daerah.

Politik Apharteid ini kemudian memunculkan perlawanan dari warga kulit hitam Amerika atas ketidakadilan rasial. Perlawananan dalam bentuk  gerakan hak-hak sipil anti apharteid ini dipelopori terutama oleh warga kulit hitam di Amerika. 

Diantara tokoh yang menonjol dalam membebaskan Amerika dari diskriminasi ras adalah orang-orang kulit hitam yang notabene seorang muslim. Diantaranya adalah Malcolm X, Muhammad Ali,  Imam Mahdi Bray, Keith dan Ellison.

*B. Permasalahan*

Dari latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

(1) Mengapa rasisme belum dapat dilenyapkan di negara kampium demokrasi?

(2) Bagaimana dampak rasisme terhadap penghormatan HAM khususnya terkait dengan tindakan anti diskriminatif?

(3) Bagaimana strategi Islam mengatasi problem rasisme sehingga dapat diwujudkan atmosfer kehidupan anti diskriminatif ?

C. *Pembahasan* 
1. *Demokrasi dan pembebasan Budaya  Rasis* 

Diskriminasi adalah suatu tindakan atau perlakuan yang mencerminkan ketidakadilan dan tidak menjalankan keutamaan adil terhadap diri sendiri terhadap individu atau kelompok tertentu yang disebabkan oleh adanya karakteristik khusus yang dimiliki oleh individu atau kelompok tersebut.
Dalam  laman resminya, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam resolusinya tentang penghapusan rasisme, menegaskan kembali bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan setara dalam martabat dan hak-hak, untuk berkontribusi secara konstruktif terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. 

Resolusi itu juga menekankan bahwa setiap doktrin superioritas rasial adalah salah secara ilmiah, dapat dikutuk secara moral, tidak adil secara sosial dan berbahaya, serta harus ditolak. Puncak komitmen internasional upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial ditandai dengan disahkannya International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination oleh PBB pada 21 Desember 1965. Konvensi ini melarang segala bentuk diskriminasi etnis, ras, dan lainnya.

Amerika Serikat sebagai negara yang diklaim negara demokrasi terbesar dan menjadi contoh bagi negara-negara lain pasti memahami komitmen internasional tersebut. Apalagi posisinya sebagai anggota dewan keamanan tetap PBB.

Faktanya, sebagaimana disinggung dalam buku berjudul An American Dilemma, Gunnar Myrdal menyebut bahwa diskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi telah menjadi cacat bawaan demokrasi Amerika. Diskriminasi rasial tak bisa dilepaskan dari mulai masuknya orang-orang Eropa ke benua Amerika dan berdirinya negara Amerika Serikat. Mereka berkulit putih. Mereka mengklaim sebagai ras superior. Mereka lalu melakukan berbagai aksi kekejaman terhadap penduduk asli Amerika.

Sejak awal demokrasi belum cukup matang dengan dirinya sendiri dalam mengurai persoalan rasisme diberbagai belahan dunia. Pasalnya, demokrasi selama ini nyatanya hanya merupakan  topeng besar negara imperialis Amerika dan barat untuk memuluskan langkah imperialisme mereka atas belahan dunia yang lain. 

Dengan topeng demokrasi, setidaknya dunia tidak memandang Amerika hanya pada aspek sepak terjangnya yang banyak merugikan umat manusia. Namun, dunia dapat ditipu, sementara, dengan narasi-narasi indah namun berbisa yaitu HAM dan demokrasi.

Pertanyaannya kemudian, bisakah topeng demokrasi itu digunakan oleh umat Islam untuk digunakan sebagai konsep menangani masalah-masalah sosial seperti rasisme ini? Pasalnya,  tidak dapat dipungkiri bahwa cukup banyak tokoh-tokoh Islam yang terbuai dan silau dengan konsep demokrasi. Mereka menyangka demokrasi dapat diterapkan dengan versinya masing-masing.

Tentu saja, karena demokrasi merupakan topeng barat untuk menutupi wajah benjol peradaban mereka maka tafsiran demokrasi mau tidak mau harus merujuk kepada konsep-konsep demokrasi itu berasal. Memaksakan tafsir demokrasi agar selaras dengan kaum muslimin, misalnya, tidak akan pernah terjadi titik temu. Pasalnya, demokrasi merupakan pandangan hidup sekuler yang bertentangan dengan pandangan hidup Islam. Maka mengawinkan demokrasi dengan Islam hanya akan melahirkan anak haram yang merusak aqidah dan sistem kehidupan umat manusia.

Sebenarnya, tokoh-tokoh Islam yang selama ini dikenal pro demokrasi, dengan tafsirnya sendiri, mulai menyadari wajah bopeng demokrasi. Said Aqil Siradj, misalnya, dalam menyikapi tragedi rasialisme di Amerika mulai mempetanyakan kemampuan demokrasi mengatas rasisme yang terus berulang di Amerika. Bahkan dia mengajak semua pihak untuk mengevaluasi sistem demokrasi ala Amerika Serikat. Mencuatnya isu rasisme membuktikan bahwa keadilan, persamaan hak, pemerataan, dan perlakuan tanpa diskriminasi terhadap seluruh kelompok masyarakat merupakan nilai-nilai demokrasi yang gagal dicontohkan Amerika.


*2. Dampak Rasisme terhadap penghormatan HAM khususnya terkait dengan tindakan anti diskriminatif?*

lsu rasial dalam masyarakat modern masih merupakan topik yang sarat dengan pergunjingan' Dunia modern dikenal sebagai dunia di mana kebebasan sangat dijunjung tinggi: Setiap orang berhak mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin. Nilai-nilai kemanusiaan mendapat penghargaan tinggi sebagai hak asasi yang paling vital walaupun dalam prakteknya masih ditemukan berbagai bentuk rasialisme baik secara terbuka maupun secara terselubung.

Rasisme memiliki dampak yang sangat buruk bagi kehidupan sosial dan politik masyarakat dunia. Orang yang menjadi korban tindakan rasisme, secara sosial akan berada dalam situasi minder dan tidak memiliki kepercayaan diri sehingga menerima saja dengan keadaan dan cap negatif yang ditempelkan pada mereka.
Pengaruh buruk juga bisa terjadi dengan hilangnya kepekaan terhadap sesama dan lingkungan sekitarnya karena beranggapan lebih superior dibandingkan dengan orang  lain yang dipandang rendah baik warna kulit maupun postur tubuh.

Lebih luas,  Isu rasisme juga berdampak kepada eksklusi sosial kepada orang atau kelompok tertentu. Dimana orang atau kelompok tertentu tersebut menjadi terbatas aksesnya akibat isu rasisme. Sehingga bisa dikatakan bahwa isu rasisme hanya akan menjadi hal yang serius jikalau telah membatasi akses seseorang atau kelompok tertentu.

Menurut Yenita, satu sisi, paham rasialisme mendatangkan "keuntungan" bagi ras yang berkuasa tetapi di sisi lain paham rasialisme menimbulkan "kerugian" yang tak ternilai harganya bagi ras yang dikuasai. Disini akan ditinjau dampak rasialisme dari kedua sisi tersebut. 

*a. Dampak rasialisme bagi ras yang menguasai.*

Secara politik, ras ini mendapat kebebasan untuk menjalankan sistem politik yang mereka kehendaki demi menjaga kekuasaannya agar tidak terancam oleh pihak-pihak lain.. 

Secara ekonomi, ras ini menguasai aspek-aspek ekonomi yang mendatangkan banyak keuntungan. Kehidupan ekonomiyang terus meningkat menuju kemakmuran mendorong pengembangan SDM yang semakin maju dalam menggali SDA yang ada. Secara sosial, ras yang "unggul" mendapat posisi atau berada pada levelyang nyaman dalam bersosialisasi. 
Mereka dapat berinteraksi dengan bebas di dalam kelompoknya, dapat mengekspresikan ide-idenya dengan bebas, mengembangkan potensisecara maksimaltanpa rasa takut akan dihalang-halangi. lntinya, status sosial mereka berada dalam payung "kemerdekaan," bebas daritekanan atau penguasaan pihak lain.

Dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, ras yang "unggul" mendapat kebebasan dalam menempuh pendidikan setinggi mungkin. Mereka bebas menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk kepentingan-kepentingan mereka.

Andre Gorz berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dengan suatu cara tertentu dibentuk dan dikembangkan oleh ras yang berkuasa supaya kekuasaannya tidak terancam

*b. Dampak rasialisme bagi ras yang didiskriminasikan.*

Secara politik, mereka dikekang, ditindas, dan dikuasai sepenuhnya oleh ras yang menguasainya. Mereka tidak dapat menyuarakan keluhan, bantahan atau usulan terhadap ras yang menguasai mereka karena segala sesuatu ditentukan oleh pihak penguasa.
Kalaupun mereka terpaksa mengapresiasikannya, hal itu hanya dimungkinkan dengan pemberontakan atau perlawanan yang pada akhirnya selalu membuahkan kegagalan dan penderitaan yang lebih memprihatinkan lagi. 

Dalam bidang ekonomi, SDA mereka dieksploitasisecara besar-besaran tetapi mereka sendiritidak mentkmati . hasilnya. SDM mereka dimanfaatkan secara paksa untuk menyukseskan perekonomian ras yang menguasai mereka. Tenaga mereka terkuras untuk bekerja keras agar para "tuan" mendapatkan banyak keuntungan dari hasil kerja keras mereka.
Kehidupan ekonomi mereka tidak menentu, mereka sepenuhnya bergantung pada ras yang menguasai mereka. Kalaupun mereka memiliki sedikit lahan untuk dikelola, hasilnya sangat jauh dari apa yang mereka butuhkan. Kemiskinan dan kemelaratan merupakan situasi yang paling mungkin dari ketertindasan ekonomiyang mereka hadapi.

Di Amerika, diskriminasi sosial mengakibatkan jurang pemisah yang sangat dalam antara warga kulit hitam dam warga kulit putih. "Orang kulit putih tidak mengenal kompromi dalam menjalankan kontrol negara bagian untuk menjaga dominasi kulit putih dengan cara memanfaatkan posisi mereka di Pemerintahan Nasional diWashington. 
Masyarakat wilayah selatan (1880-an) memberlakukan pemisahan sosialyang kaku antara orang kulit putih dan hitam, serta mentolerir kekerasan rasial. Kekerasan dan intimidasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan orang-orang kulit hitam diAmerika. 

Dalam bidang pendidikan, ras yang lebih lemah tidak dapat menikmati pendidikan selayaknya. Para penguasa tidak memberi kebebasan untuk menempuh pendidikan dan berupaya mengeksploitasitenaga mereka semaksimal mungkin. Mereka semakin tersisih karena tidak berpendidikan. 

Akhir abad 19, muncul hukum Jim Crow di negara bagian Selatan Ameilka yang memisahkan sekolah umum, melarang, atau membatasiakses kulit hitam ke berbagai fasilitas umum sepefti parkir, restoran dan hotel serta menolak hak sebagian besar orang kulit hitam untuk memilih dengan menerapkan pajak perseorangan dan tes melek huruf. 

Dari segi hukum, ras yang lemah selalu menjadi obyek penindasan. Aturan-aturan yang dibuat seringkali bersifat mengikat dan membatasi hak-hak mereka. "DiAmerika, orang-orang kulit putih bersatu dalam organisasi seperti Ku Klux Klan, yang mengintimidasi orang kulit hitam dan mencegah mereka untuk menggunakan haknya. lni berlanjut sampai abad 20.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa rasisme mengakibatkan kerugian besar pada pihak yang lebih lemah atau ras yang dikuasai. Mereka tidak dapat mengembangkan diri karena berada di bawah pengaruh pihak lain.

 Secara psikologis, mereka terbelengggu dan tertindas dari berbagai aspek kehidupan. lnilah yang menyebabkan kemerosotan secara psikis maupun fisik dan ketertinggalan yang sangat jauh dari para "penguasa' yang mendominasi mereka

*3. Strategi Islam mengatasi problem rasisme sehingga dapat diwujudkan atmosfer kehidupan anti diskriminatif*

Bagaimana Islam melihat rasisme? Dalam sejarah, kita tahu bahwa sejak Nabi Muhammad saw diutus para pengikut awal berasal dari kalangan mustad’afin, orang miskin dan budak. Sebut saja misalnya Bilal bin Rabah dan Ammar bin Yasir. Dan, Al-Quran mengajarkan bahwa tidak ada yang membedakan antara ras, warna kulit, dan identitas primordial lainnya antara satu dengan yang lainnya. Semuanya sama dan setara di hadapan Allah swt.

Sebagai agama yang diturunkan untuk mengatur hidup manusia secara keseluruhan, Islam memandang bahwa ras bukan merupakan tolok ukur kemuliaan seseorang. Karena itu, tidak pantas orang yang memiliki ras tertentu merasa lebih mulia dari ras lainnya. Sebab yang menjadi ukuran kemuliaan adalah taqwa. Sebagaimana firman Allah :
Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti. (QS al Hujurat :13) 

Farid Esack, seorang Professor dan juga aktivis anti-Apartheid dari Afrika Selatan, menegaskan bahwa takwa merupakan kata kunci bagi perjuangannya menegakkan Islam progresif anti-diskriminatif di Afrika Selatan.

Rasulullah sebagai suri tauladan umat manusia memberikan contoh yang sangat penting dalam menyikapi masalah ras ini. Beliau berseru kepada umat manusia pada saat haji wada’ bahwa “Sungguh ayahmu satu. Semua kalian berasal dari Adam. Adam diciptakan dari tanah. Tiada kelebihan orang Arab atas non-Arab. Tiada kelebihan non-Arab atas orang Arab kecuali karena ketakwaan. Tiada pula kelebihan orang putih atas orang hitam. Tiada kelebihan orang hitam atas orang putih kecuali karena ketakwaan.”

Pidato Nabi Muhamad atas masyarakat arab ketika itu sesungguhnya menegaskan prinsip Islam dalam menaungi perbedaan dan toleransi. Prinsip inilah yang kemudian dibawa dan dikembangkan oleh umat manusia pada masa-masa sesudah beliau wafat.

Secara praktis, baginda Nabi pun tidak membiarkan benih-benih rasisme itu muncul kembali setelah dihapus oleh Islam. Bahkan Rasulullah saw. pernah sangat marah kepada Sahabat Abu Dzar al-Ghifari ra. saat berselisih dengan Sahabat Bilal ra. Pasalnya, Abu Dzar ra. memanggil Bilal ra. dengan sebutan, “Ya Ibna as-Sawda’ (Hai anak seorang perempuan hitam).” Sebuah panggilan yang bernada rasis.

Rasulullah saw. dengan tegas mengatakan kepada Abu Dzar ra., “Abu Dzar, kamu telah menghina dia dengan merendahkan ibunya. Di dalam dirimu terdapat sifat jahiliah!” 

Teguran keras Rasulullah saw. ini merupakan pukulan berat bagi Abu Dzar ra. Abu Dzar ra. sampai meminta Bilal ra. untuk menginjak kepalanya sebagai penebus kesalahannya dan sifat jahiliahnya.
Dalam perjalanan sejarah Islam pun, dalam rentang waktu yang panjang sistem Islam berhasil menyatukan manusia dari berbagai ras, warna kulit dan suku-bangsa belasan abad. Walaupun ada penaklukan, namun semua wilayah yang ditaklukan diperlakukan dengan adil. Hal ini berbeda dengan imperialisme yang dilakukan barat.

Dengan demikian, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa Islam dengan segala konsep dan prakteknya secara historis merupakan satu-satunya konsep yang bisa diharapkan untuk  menyelesaikan problem ras dan kesukuan. 

*D. Penutup*

Dari paparan singkat diatas, dapat diambil butir-butir kesimpulan sebagai berikut :

a. Problem rasisme masih menghantui Amerika sebagai kampium demokrasi. Hal ini ditandai dengan masih banyak dan terulangnya peristiwa-peristiwa tragis dengan motif rasisme.

b. Konsep HAM dan demokrasi yang merupakan ‘big idea’ Amerika ternyata tidak mampu menyelesaikan problem alamiah yaitu perbedaan ras. Propaganda demokrasi dan HAM ala amerika hanyalah topeng besar negara paman sam itu untuk menutupi watak imperialisme mereka.

c. Islam sebagai agama yang turun dari zat yang maha sempurna telah memberikan panduan dan konsep yang sempurna pula dalam mengurai problem rasialisme. Bahkan bagi Islam, perbedaan ras bukanlah problem yang mesti dipersoalkan namun bagian dari warna warni kehidupan yang harus disyukuri dan dikelola dengan baik.

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst

Read more...

About This Blog

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP